01/12/25

Rahasia Penting Orang Sukses: Menyambut Rezeki Sejak Pagi Hari

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet

Benarkah Anda ingin menjadi kaya? Benarkah Anda ingin dikaruniai rezeki yang melimpah oleh Allah SWT? Kalau jawaban Anda adalah benar, maka jangan tunda lagi untuk berlama-lama dan segera wujudkan keinginan Anda; jangan tunggu lebih lama dan segera sambut rezeki Anda semenjak pagi hari.

Waktu pagi adalah waktu yang penuh berkah. Udara masih segar dan tubuh yang telah istirahat ketika malam kini menjadi fit kembali. Alangkah ruginya jika keadaan yang sangat baik seperti ini kita gunakan tidur lagi setelah shalat subuh. Maka, jangan turuti nafsu untuk bermalas-malasan dan bersembunyi di balik selimut lagi bila kita ingin mendapatkan keberkahan dari Allah SWT.

Berkaitan dengan hal ini, ada sebuah hadits yang perlu untuk kita renungkan, yakni dari Shakhr bin Wada’ah RA, ia berkata bahwa Rasulullah SAW telah bersabda:

“Ya Allah, berkahilah umatku di pagi harinya.” (HR. Abu Daud dan Tirmidzi).

Dalam hadits yang diceritakan oleh Shakhr bin Wada’ah RA tersebut betapa jelas bahwa Rasulullah SAW berdoa agar umatnya diberikan berkah pada waktu pagi hari. Tahukan Anda siapakah Shakhr bin Wada’ah RA? Dia adalah seorang pedagang yang biasa mengirimkan barang dagangannya di pagi hari, sehingga dia menjadi kaya dan banyak harta. Berarti, Shakhr bin Wada’ah adalah orang yang bisa menyambut keberkahan Allah SWT karena doa Rasululllah SAW untuk umatnya di pagi hari.

Memang berat untuk tidak tergoda dengan hangatnya selimut, bantal, dan kasur yang empuk di pagi hari, apalagi suasana pagi yang dingin. Akan tetapi, bagi orang yang mempunyai keinginan yang kuat untuk medapatkan keberkahan dari Allah SWT dengan banyak rezeki, tentu godaan itu dapat diatasi dengan baik. Apalagi kalau sudah terbiasa untuk tidak tidur setelah shalat subuh. Sungguh, badan akan terasa lebih sehat, pikiran lebih segar, dan hati lebih tenang serta bahagia.

Waktu Pembagian Rezeki

Pada suatu pagi, Fathimah az-Zahra RA sedang berbaring ketika hari masih pagi. Barangkali ia ingin menikmati pagi dengan tidur-tiduran. Selengkapnya, marilah kita simak apa yang diceritakan oleh Fathimah az-Zahra RA dalam sebuah hadits sebagai berikut:

“Pada suatu pagi Rasulullah SAW lewat di depanku dalam keadaan aku sedang berbaring. Sambil membangunkan aku dengan kaki, Baginda berkata, ‘Hai Anakku, bangun, saksikanlah rezeki Tuhanmu dan janganlah engkau menjadi orang yang lalai, sebab Allah membagikan rezeki kepada manusia di waktu fajar mulai menyinsing hingga matahari terbit.” (HR. Baihaqi).

Oleh karena itu, setelah shalat subuh, janganlah tidur kembali apabila kita ingin mendapatkan keberkahan dari Allah SWT. Berkaitan dengan tidur setelah shalat subuh ini, Ibnul Qayyim al-Jauziyah berpendapat bahwa di antara tidur yang tidak disukai menurut orang-orang yang shalih ialah tidur di antara shalat subuh dan terbit matahari, karena ini merupakan waktu untuk memperoleh hasil bagi perjalanan ruhani. Pada saat itu terdapat keistimewaan besar, sehingga seadainya mereka melakukan perjalanan (kegiatan) semalam suntuk pun, belum tentu dapat menandinginya.

Apa yang disampaikan oleh Ibnul Qayyim al-Jauziyah tersebut senada dengan pendapat Ibnu Hajar al-‘Asqalani, ulama ahli hadits dari Mesir yang salah satu kitab terkenalnya adalah Fath al-Bari (Kemenangan Sang Pencipta). Dalam kitab yang merupakan syarah kitab shahihnya Imam Bukhari dan disepakati oleh para ulama sebagai kitab penjelasan yang paling detail yang pernah dibuat tersebut, Ibnu Hajar al-‘Asqalani mengatakan, “Sesungguhnya dikhususkan waktu pagi dengan keberkahan karena waktu pagi adalah waktu (untuk melakukan) kegiatan.”

Waktu Terbaik Mendalami Ilmu

Bagi para ulama, suasana pagi yang tenang adalah waktu yang paling baik untuk mendalami suatu ilmu. Pada saat yang seperti ini kemampuan seseorang untuk memahami sebuah ilmu bisa lebih meningkat. Hal ini bisa terjadi karena konsentrasi terhadap ilmu pun lebih mudah untuk dilakukan. Ada seorang ulama yang yang mampu menulis sebanyak empat puluh halaman setiap hari selama empat puluh tahun terakhir masa usianya, yakni Ibnu Jarir ath-Thabari, ternyata beliau melakukan murajaah (menghafal) akan ilmu dan ide-ide yang akan dituangkan dalam tulisannya di awal-awal subuh. Ini merupakan bukti bahwa waktu pagi memang penuh dengan keberkahan.

Rasulullah SAW bersabda:

“Seusai shalat fajar (subuh) janganlah kamu tidur sehingga melalaikan kamu untuk mencari rezeki.” (HR. Thabrani).

Janganlah kamu tidur, begitu sabda Rasulullah SAW untuk kita, seusai shalat subuh. Lalu, apa yang kita lakukan seusai shalat subuh? Banyak hal yang dapat kita lakukan. Setelah shalat subuh berjamaah di masjid, kita bisa duduk di ruang tamu untuk membaca Al-Quran. Setelah itu, membuka seluruh jendela dan membersihkan rumah. Atau, memulai segala aktivitas yang perlu untuk kita lakukan di pagi hari.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

22/07/25

Keyakinan itu Kekuatan Orang Sukses

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, saat
mengisi kajian di Masjid Al Ma'unah Saren.

Rasulullah Saw. bersabda:

“Cukuplah maut sebagai pelajaran dan keyakinan sebagai kekayaan.” (HR. Thabrani).

Nah, sebelum seseorang melangkah untuk mewujudkan keinginannya menjadi kaya, dengan mempunyai keyakinan, berarti ia telah mempunyai modal utama—yang juga merupakan kekayaan—untuk memperoleh kekayaan yang lebih melimpah. Orang yang demikian maka langkah-langkahnya akan mantap, pandangan matanya berbinar menatap keberhasilannya di masa depan, wajahnya pun tampak penuh semangat dan menyenangkan.

Bandingkan dengan apabila kita pada suatu hari akan melakukan sesuatu, namun sebelumnya kita sudah sama sekali tidak mempunyai keyakinan terhadap apa yang akan kita lakukan, tentu langkah-langkah kita pun penuh keraguan, sehingga sangat mungkin kita akan gagal dalam melakukan sesuatu itu.

Itulah kenapa sangat penting bagi kita untuk membangun keyakinan yang kuat agar memperoleh keberhasilan. Keyakinan yang kuat adalah keyakinan yang disandarkan hanya kepada Allah Swt. Oleh karena itu, jangan sampai kita menjadi orang-orang yang dikhawatirkan oleh Rasulullah Saw., sebagaimana beliau bersabda:

“Yang paling aku khawatirkan terhadap umatku apabila: terlalu kenyang, kebanyakan tidur, malas, dan keyakinan yang lemah.” (HR. Daruquthni).

Orang yang mempunyai keyakinan yang lemah akan sulit meraih keberhasilan. Apalagi, orang yang sama sekali tidak mempunyai keyakinan. Orang yang demikian apabila ingin meraih keberhasilan ibarat orang yang hanya bermimpi di siang bolong. Oleh karena itu, apabila ingin berhasil dalam setiap usaha, maka punyailah keyakinan yang kuat dan bersandar hanya kepada Allah Swt. Sebab, sebaik-baik yang tertanam di dalam hati adalah keyakinan.

Rasulullah Saw. bersabda:

“Puncak kebijaksanaan ialah takut kepada Allah. Sebaik-baik yang tertanam dalam hati adalah keyakinan....” (HR. Baihaqi).

Keyakinan adalah kekuatan di dalam hati yang membuat seseorang bisa bertahan apabila ia mengalami kegagalan. Keyakinan yang kuat tidak mudah membuat seseorang jatuh, apalagi putus asa. Keyakinan yang disandarkan sepenuhnya kepada Allah Swt. akan membuat seseorang gigih dalam berusaha dan berdoa kepada-Nya. Di dalam berdoa pun ia sampaikan kepada Allah Swt. dengan sepenuh keyakinan. Berkaitan dengan hal ini, marilah kita perhatikan sabda Rasulullah Saw. sebagai berikut:

“Hati manusia adalah kandungan rahasia dan sebagian lebih mampu merahasiakan dari yang lain. Bila kamu mohon sesuatu kepada Allah ‘Azza wa Jalla maka mohonlah dengan penuh keyakinan bahwa doamu akan terkabul. Allah tidak akan mengabulkan doa orang yang hatinya lalai dan lengah.” (HR. Ahmad).

Berdasarkan hadits tersebut di atas, semakin jelas bagi kita bahwa keyakinan memang sangat penting untuk dimiliki oleh orang yang ingin meraih keberhasilan; termasuk dalam hal ini adalah berhasil menjadi kaya. Bahkan, dalam berdoa pun harus kita mohonkan kepada Allah Swt. dengan penuh keyakinan. Semoga kita mempunyai keyakinan kuat yang bersandar kepada Allah Swt., sehingga keberhasilan yang kita peroleh pun mendapatkan ridha-Nya.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

28/05/25

Sukses Bermodal Keyakinan

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, saat mengisi
kajian bersama para pegawai sebuah
perusahaan di Pawon Mbah Gito Sleman.
Keyakinan mempunyai peranan sangat penting dalam diri seseorang untuk meraih sebuah keinginan atau cita-cita. Dengan keyakinan yang kuat seseorang akan mempunyai optimisme yang tinggi dalam meraih keberhasilan.

Ketika seseorang memulai berusaha dalam bidang bisnis, misalnya, meskipun sudah mempunyai modal uang, akan tetapi tidak mempunyai modal yang bernama keyakinan, maka sulit baginya untuk bisa melajukan usahanya dengan baik. Langkah-langkahnya diliputi oleh keraguan—karena memang tidak dibangun dengan keyakinan yang kuat—sehingga akan sulit baginya memperoleh keberhasilan.

Rasulullah Saw. bersabda:

“Umat terdahulu selamat (jaya) karena teguhnya keyakinan dan zuhud. Dan umat terakhir kelak akan binasa karena kekikiran (harta dan jiwa) dan cita-cita kosong.” (HR. Ibnu Abi Al-Dunya).

Keyakinan yang dimaksudkan di sini adalah keyakinan yang bersandar kepada Allah Swt. Apabila seseorang menyandarkan keyakinannya kepada Allah Swt. maka ia akan mempunyai harapan yang sangat besar terhadap keberhasilannya. Hal ini bisa terjadi karena Allah Swt. diyakini sebagai Dzat Yang Mahakuasa, Mahakaya, dan Maha Mengabulkan apa yang menjadi permohonan hamba-Nya. Kepada siapa lagi kita berharap kalau tidak hanya kepada Allah Swt. Yang Menguasai seluruh alam semesta ini. Sungguh, tak ada lagi selain Allah Swt. Yang Menguasai segalanya.

Orang yang menyandarkan keyakinannya kepada Allah Swt., apabila kelak mengalami keberhasilan dalam usahanya maka ia tidak sombong karena menyadari betul bahwa semua keberhasilannya adalah anugerah dari-Nya. Orang yang demikian akan bersyukur kepada Allah Swt., sehingga nikmatnya pun akan ditambah-tambah.

Allah Swt. berfirman:

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim: 7).

Sebaliknya, orang yang menyandarkan keyakinannya kepada Allah Swt., jika mengalami kegagalan, maka ia akan membangun sebuah kesabaran dalam jiwanya. Ia bersabar karena mempunyai pandangan positif terhadap semua takdir yang telah diputuskan oleh Allah Swt. Bahwa Allah telah memutuskan yang terbaik. Jika takdir bagi usahanya belum berhasil, ia akan berpandangan bahwa memang yang terbaik menurut Allah adalah berhasil tidak untuk saat ini. Kegagalannya adalah keberhasilan yang ditunda oleh Allah Swt. untuk waktu yang lebih tepat. Dengan demikian, ia masih punya harapan dan tidak putus asa.


Kepribadian yang Luar Biasa

Itulah kepribadian orang-orang yang beriman; yang menyandarkan keyakinannya hanya kepada Allah Swt. Apabila memperoleh keberhasilan atau anugerah, ia mengembangkan sebuah sayap yang bernama syukur; apabila mengalami kegagalan atau musibah, ia mengembangkan sebuah sayap yang bernama sabar. Kedua sayap ini, yakni syukur dan sabar, melekat dalam diri orang yang benar-benar beriman dan menyandarkan keyakinan sepenuhnya kepada Allah Swt.

Itulah kepribadian yang luar biasa. Sebuah kepribadian yang hanya bisa diperoleh apabila seseorang benar-benar beriman dan menyandarkan keyakinan sepenuhnya kepada Allah Swt. Sebuah kepribadian yang istimewa, sampai-sampai Rasulullah Saw. menyampaikan kekagumannya terhadap orang yang demikian, sebagaimana beliau Saw. bersabda:

“Aku mengagumi seorang Mukmin. Bila memperoleh kebaikan dia memuji Allah dan bersyukur. Bila ditimpa musibah dia memuji Allah dan bersabar. Seorang Mukmin diberi pahala dalam segala hal walaupun dalam sesuap makanan yang diangkatnya ke mulut istrinya.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Hal ini berbeda sekali apabila seseorang tidak menyandarkan keyakinannya kepada Allah Swt. Apabila ia mengalami keberhasilan, maka ia merasa bahwa keberhasilannya adalah murni berkat usahanya. Orang yang demikian cenderung akan bersikap sombong. Bahkan, bila ditinjau dari pemahaman hakiki, bukan hanya cenderung bersikap sombong, orang yang demikian memang sudah sombong dan mengingkari peran Allah Swt. dalam keberhasilannya. Sebab, ia memang berusaha dengan baik, akan tetapi siapakah yang menjadikannya sehat sehingga membuat ia bisa berusaha? Jika diberi sakit gigi saja oleh Allah, misalnya, apalagi sakit gigi yang tidak kunjung sembuh, tentu ia akan sulit meraih keberhasilan.

Sebaliknya, orang yang tidak menyandarkan keyakinannya kepada Allah Swt., apabila mengalami kegagalan, maka ia cenderung menyalahkan diri sendiri, atau bahkan menyalahkan siapa saja yang kadang tidak terkait secara langsung dengan usahanya. Lebih menyedihkan lagi, orang yang demikian akan mudah berputus asa.

Di sinilah sesungguhnya sangat penting bagi seseorang yang ingin berhasil dalam setiap usahanya, yang ingin memperoleh rezeki yang banyak, dan yang ingin menjadi kaya, untuk menyandarkan keyakinannya kepada Allah Swt. Bahkan, keyakinannya itu sendiri sudah merupakan kekayaan tersendiri.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

29/01/25

Mewariskan Kekayaan kepada Anak/Keturunan; Bagaimana Pandangan Islam?

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, saat mengisi kajian
di Masjid Nurul Huda, Kompleks Pertamina.

Ada sebuah hadits dalam Shahih Muslim, yakni dari Sa’ad bin Abu Waqqash r.a., ia berkata, “Pada waktu haji wada', Rasulullah Saw. menjengukku karena menderita penyakit yang hampir menyebabkan kematianku.'

“Lalu, aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, penyakitku sangat parah sebagaimana yang engkau lihat, sedangkan aku adalah seorang hartawan dan tidak ada yang mewarisiku kecuali putriku satu-satunya. Apakah aku bersedekah dengan dua pertiga hartaku?’

“Beliau menjawab, ‘Tidak boleh.’

“Aku bertanya lagi, ‘Dengan setengahnya?’

“Beliau menjawab, ‘Tidak boleh, dengan sepertiga saja. Dan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang akan meminta-minta kepada manusia. Dan kamu tidak menafkahkan suatu nafkah pun untuk mencari keridhaan Allah, kecuali kamu akan mendapatkan pahala karena nafkahmu itu walaupun sesuap makanan yang kamu berikan kepada istrimu.’

“Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah aku akan tetap hidup setelah sahabat-sahabatku (meninggal)?’

“Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kamu tidak diberikan umur panjang lalu kamu mengerjakan suatu amal untuk mengharap keridhaan Allah, kecuali kamu akan bertambah derajat dan kemuliaan dengan amal itu. Semoga kamu diberi umur panjang sehingga banyak kaum yang akan mendapatkan manfaat dari kamu, dan kaum yang lain (orang-orang kafir) menderita kerugian karenamu. Ya Allah, sempurnakanlah hijrah sahabat-sahabatku, dan janganlah Engkau kembalikan mereka ke belakang (ke kekufuran).”

Dalam hadis di atas, jelas sekali Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang akan meminta-minta kepada manusia.” Sabda Nabi Saw. yang mulia ini sangat baik untuk kita jadikan semangat meraih kekayaan agar anak-anak kita pun kelak dapat menikmati kekayaan dengan hati yang bahagia. Semoga tidak hanya bahagia di dunia, melainkan juga bahagia di kehidupan yang abadi di akhirat. Aamiin…

[Pembahasan ini tentu bukan dalam rangka membandingkan lebih baik mewariskan ilmu ke anak/keturunan daripada harta; sebab dengan harta nanti malah anak-anak rebutan warisan. Ini soal lain atau pembahasan dan pertimbangan yang berbeda].

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

20/12/24

4 Macam Manusia Penghuni Dunia Menurut Nabi, Kita Termasuk yang Mana?

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, saat mengisi
pengajian di RM Selaras, Tempelsari.

Dunia ini dihuni oleh empat macam golongan manusia sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda:

“Dunia dihuni empat ragam manusia. Pertama, seorang hamba diberi Allah harta kekayaan dan ilmu pengetahuan lalu bertakwa kepada Rabbnya, menyantuni sanak keluarganya dan melakukan apa yang diwajibkan Allah atasnya maka dia berkedudukan paling mulia.

Kedua, seorang yang diberi Allah ilmu pengetahuan saja, tidak diberi harta, tetapi dia tetap berniat untuk bersungguh-sungguh. Sebenarnya jika memperoleh harta dia juga akan berbuat seperti yang dilakukan rekannya (kelompok yang pertama). Maka pahala mereka berdua ini adalah (kelompok pertama dan kedua) sama.

Ketiga, seorang hamba diberi Allah harta kekayaan, tetapi tidak diberi ilmu pengetahuan. Dia membelanjakan hartanya dengan berhamburan (foya-foya) tanpa ilmu (kebijaksanaan). Ia juga tidak bertakwa kepada Allah, tidak menyantuni keluarga dekatnya, dan tidak mempedulikan hak Allah. Maka dia berkedudukan paling jahat dan keji.

Keempat, seorang hamba yang tidak memperoleh rezeki harta maupun ilmu pengetahuan dari Allah lalu dia berkata seandainya aku memiliki harta kekayaan maka aku akan melakukan seperti layaknya orang-orang yang menghamburkan uang, serampangan, dan membabi-buta (kelompok yang ketiga), maka timbangan keduanya sama.”
(HR Tirmidzi dan Ahmad)

Dari hadis Nabi Saw. sebagaimana tersebut, menjadi jelas bagi kita bahwa kekayaan adalah hal yang sangat baik apabila kita manfaatkan dalam rangka meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. Inilah pandangan positif yang semestinya menjadi semangat bagi kita untuk meraih kekayaan.

Dengan demikian, ketika kita meraih kekayaan yang kita inginkan, pandangan positif kita terhadap kekayaan itu menjadi pengingat bagi kita agar kekayaan tidak melalaikan kita dari-Nya.

Semoga kita mendapatkan kekayaan dan ilmu dari Allah Swt., menjadi hamba yang bertakwa, berbuat baik kepada keluarga dan sesama. Aamiin…

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet