28/05/25

Sukses Bermodal Keyakinan

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, saat mengisi
kajian bersama para pegawai sebuah
perusahaan di Pawon Mbah Gito Sleman.
Keyakinan mempunyai peranan sangat penting dalam diri seseorang untuk meraih sebuah keinginan atau cita-cita. Dengan keyakinan yang kuat seseorang akan mempunyai optimisme yang tinggi dalam meraih keberhasilan.

Ketika seseorang memulai berusaha dalam bidang bisnis, misalnya, meskipun sudah mempunyai modal uang, akan tetapi tidak mempunyai modal yang bernama keyakinan, maka sulit baginya untuk bisa melajukan usahanya dengan baik. Langkah-langkahnya diliputi oleh keraguan—karena memang tidak dibangun dengan keyakinan yang kuat—sehingga akan sulit baginya memperoleh keberhasilan.

Rasulullah Saw. bersabda:

“Umat terdahulu selamat (jaya) karena teguhnya keyakinan dan zuhud. Dan umat terakhir kelak akan binasa karena kekikiran (harta dan jiwa) dan cita-cita kosong.” (HR. Ibnu Abi Al-Dunya).

Keyakinan yang dimaksudkan di sini adalah keyakinan yang bersandar kepada Allah Swt. Apabila seseorang menyandarkan keyakinannya kepada Allah Swt. maka ia akan mempunyai harapan yang sangat besar terhadap keberhasilannya. Hal ini bisa terjadi karena Allah Swt. diyakini sebagai Dzat Yang Mahakuasa, Mahakaya, dan Maha Mengabulkan apa yang menjadi permohonan hamba-Nya. Kepada siapa lagi kita berharap kalau tidak hanya kepada Allah Swt. Yang Menguasai seluruh alam semesta ini. Sungguh, tak ada lagi selain Allah Swt. Yang Menguasai segalanya.

Orang yang menyandarkan keyakinannya kepada Allah Swt., apabila kelak mengalami keberhasilan dalam usahanya maka ia tidak sombong karena menyadari betul bahwa semua keberhasilannya adalah anugerah dari-Nya. Orang yang demikian akan bersyukur kepada Allah Swt., sehingga nikmatnya pun akan ditambah-tambah.

Allah Swt. berfirman:

“Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan; ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS Ibrahim: 7).

Sebaliknya, orang yang menyandarkan keyakinannya kepada Allah Swt., jika mengalami kegagalan, maka ia akan membangun sebuah kesabaran dalam jiwanya. Ia bersabar karena mempunyai pandangan positif terhadap semua takdir yang telah diputuskan oleh Allah Swt. Bahwa Allah telah memutuskan yang terbaik. Jika takdir bagi usahanya belum berhasil, ia akan berpandangan bahwa memang yang terbaik menurut Allah adalah berhasil tidak untuk saat ini. Kegagalannya adalah keberhasilan yang ditunda oleh Allah Swt. untuk waktu yang lebih tepat. Dengan demikian, ia masih punya harapan dan tidak putus asa.


Kepribadian yang Luar Biasa

Itulah kepribadian orang-orang yang beriman; yang menyandarkan keyakinannya hanya kepada Allah Swt. Apabila memperoleh keberhasilan atau anugerah, ia mengembangkan sebuah sayap yang bernama syukur; apabila mengalami kegagalan atau musibah, ia mengembangkan sebuah sayap yang bernama sabar. Kedua sayap ini, yakni syukur dan sabar, melekat dalam diri orang yang benar-benar beriman dan menyandarkan keyakinan sepenuhnya kepada Allah Swt.

Itulah kepribadian yang luar biasa. Sebuah kepribadian yang hanya bisa diperoleh apabila seseorang benar-benar beriman dan menyandarkan keyakinan sepenuhnya kepada Allah Swt. Sebuah kepribadian yang istimewa, sampai-sampai Rasulullah Saw. menyampaikan kekagumannya terhadap orang yang demikian, sebagaimana beliau Saw. bersabda:

“Aku mengagumi seorang Mukmin. Bila memperoleh kebaikan dia memuji Allah dan bersyukur. Bila ditimpa musibah dia memuji Allah dan bersabar. Seorang Mukmin diberi pahala dalam segala hal walaupun dalam sesuap makanan yang diangkatnya ke mulut istrinya.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Hal ini berbeda sekali apabila seseorang tidak menyandarkan keyakinannya kepada Allah Swt. Apabila ia mengalami keberhasilan, maka ia merasa bahwa keberhasilannya adalah murni berkat usahanya. Orang yang demikian cenderung akan bersikap sombong. Bahkan, bila ditinjau dari pemahaman hakiki, bukan hanya cenderung bersikap sombong, orang yang demikian memang sudah sombong dan mengingkari peran Allah Swt. dalam keberhasilannya. Sebab, ia memang berusaha dengan baik, akan tetapi siapakah yang menjadikannya sehat sehingga membuat ia bisa berusaha? Jika diberi sakit gigi saja oleh Allah, misalnya, apalagi sakit gigi yang tidak kunjung sembuh, tentu ia akan sulit meraih keberhasilan.

Sebaliknya, orang yang tidak menyandarkan keyakinannya kepada Allah Swt., apabila mengalami kegagalan, maka ia cenderung menyalahkan diri sendiri, atau bahkan menyalahkan siapa saja yang kadang tidak terkait secara langsung dengan usahanya. Lebih menyedihkan lagi, orang yang demikian akan mudah berputus asa.

Di sinilah sesungguhnya sangat penting bagi seseorang yang ingin berhasil dalam setiap usahanya, yang ingin memperoleh rezeki yang banyak, dan yang ingin menjadi kaya, untuk menyandarkan keyakinannya kepada Allah Swt. Bahkan, keyakinannya itu sendiri sudah merupakan kekayaan tersendiri.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

29/01/25

Mewariskan Kekayaan kepada Anak/Keturunan; Bagaimana Pandangan Islam?

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, saat mengisi kajian
di Masjid Nurul Huda, Kompleks Pertamina.

Ada sebuah hadits dalam Shahih Muslim, yakni dari Sa’ad bin Abu Waqqash r.a., ia berkata, “Pada waktu haji wada', Rasulullah Saw. menjengukku karena menderita penyakit yang hampir menyebabkan kematianku.'

“Lalu, aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, penyakitku sangat parah sebagaimana yang engkau lihat, sedangkan aku adalah seorang hartawan dan tidak ada yang mewarisiku kecuali putriku satu-satunya. Apakah aku bersedekah dengan dua pertiga hartaku?’

“Beliau menjawab, ‘Tidak boleh.’

“Aku bertanya lagi, ‘Dengan setengahnya?’

“Beliau menjawab, ‘Tidak boleh, dengan sepertiga saja. Dan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang akan meminta-minta kepada manusia. Dan kamu tidak menafkahkan suatu nafkah pun untuk mencari keridhaan Allah, kecuali kamu akan mendapatkan pahala karena nafkahmu itu walaupun sesuap makanan yang kamu berikan kepada istrimu.’

“Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah aku akan tetap hidup setelah sahabat-sahabatku (meninggal)?’

“Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kamu tidak diberikan umur panjang lalu kamu mengerjakan suatu amal untuk mengharap keridhaan Allah, kecuali kamu akan bertambah derajat dan kemuliaan dengan amal itu. Semoga kamu diberi umur panjang sehingga banyak kaum yang akan mendapatkan manfaat dari kamu, dan kaum yang lain (orang-orang kafir) menderita kerugian karenamu. Ya Allah, sempurnakanlah hijrah sahabat-sahabatku, dan janganlah Engkau kembalikan mereka ke belakang (ke kekufuran).”

Dalam hadis di atas, jelas sekali Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang akan meminta-minta kepada manusia.” Sabda Nabi Saw. yang mulia ini sangat baik untuk kita jadikan semangat meraih kekayaan agar anak-anak kita pun kelak dapat menikmati kekayaan dengan hati yang bahagia. Semoga tidak hanya bahagia di dunia, melainkan juga bahagia di kehidupan yang abadi di akhirat. Aamiin…

[Pembahasan ini tentu bukan dalam rangka membandingkan lebih baik mewariskan ilmu ke anak/keturunan daripada harta; sebab dengan harta nanti malah anak-anak rebutan warisan. Ini soal lain atau pembahasan dan pertimbangan yang berbeda].

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

20/12/24

4 Macam Manusia Penghuni Dunia Menurut Nabi, Kita Termasuk yang Mana?

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, saat mengisi
pengajian di RM Selaras, Tempelsari.

Dunia ini dihuni oleh empat macam golongan manusia sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda:

“Dunia dihuni empat ragam manusia. Pertama, seorang hamba diberi Allah harta kekayaan dan ilmu pengetahuan lalu bertakwa kepada Rabbnya, menyantuni sanak keluarganya dan melakukan apa yang diwajibkan Allah atasnya maka dia berkedudukan paling mulia.

Kedua, seorang yang diberi Allah ilmu pengetahuan saja, tidak diberi harta, tetapi dia tetap berniat untuk bersungguh-sungguh. Sebenarnya jika memperoleh harta dia juga akan berbuat seperti yang dilakukan rekannya (kelompok yang pertama). Maka pahala mereka berdua ini adalah (kelompok pertama dan kedua) sama.

Ketiga, seorang hamba diberi Allah harta kekayaan, tetapi tidak diberi ilmu pengetahuan. Dia membelanjakan hartanya dengan berhamburan (foya-foya) tanpa ilmu (kebijaksanaan). Ia juga tidak bertakwa kepada Allah, tidak menyantuni keluarga dekatnya, dan tidak mempedulikan hak Allah. Maka dia berkedudukan paling jahat dan keji.

Keempat, seorang hamba yang tidak memperoleh rezeki harta maupun ilmu pengetahuan dari Allah lalu dia berkata seandainya aku memiliki harta kekayaan maka aku akan melakukan seperti layaknya orang-orang yang menghamburkan uang, serampangan, dan membabi-buta (kelompok yang ketiga), maka timbangan keduanya sama.”
(HR Tirmidzi dan Ahmad)

Dari hadis Nabi Saw. sebagaimana tersebut, menjadi jelas bagi kita bahwa kekayaan adalah hal yang sangat baik apabila kita manfaatkan dalam rangka meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. Inilah pandangan positif yang semestinya menjadi semangat bagi kita untuk meraih kekayaan.

Dengan demikian, ketika kita meraih kekayaan yang kita inginkan, pandangan positif kita terhadap kekayaan itu menjadi pengingat bagi kita agar kekayaan tidak melalaikan kita dari-Nya.

Semoga kita mendapatkan kekayaan dan ilmu dari Allah Swt., menjadi hamba yang bertakwa, berbuat baik kepada keluarga dan sesama. Aamiin…

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

15/11/24

Motivasi untuk Menjadi Kaya dan Bertakwa

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, ketika
mengisi pengajian di Bank BPD DIY.

Nabi Muhammad Saw. memang pernah menyampaikan banyak kelebihan orang miskin dibanding dengan orang yang kaya. Akan tetapi, orang miskin yang mempunyai kelebihan dibandingkan orang kaya adalah orang miskin yang mempunyai kesabaran dan tetap beribadah kepada Allah Swt. Bukan orang miskin yang selalu gelisah, tidak tenang hidupnya, lebih menyesali kemiskinannya ketimbang sibuk beribadah, bahkan bukan orang miskin yang justru ingkar kepada Allah Swt.

Sungguh, kita berlindung kepada Allah Swt. dari kemiskinan yang justru menjauh dari Allah Yang Mahakaya. Betapa ruginya orang yang miskin di dunia dan di akhirat pun mendapatkan siksa. Na’udzu billâhi min dzâlik.

Rasulullah Saw. bersabda:

“Kesengsaraan yang paling sengsara ialah miskin di dunia dan disiksa di akhirat.” (HR. Thabrani).

Apabila menjadi miskin, namun tidak mempunyai ketenangan dan rasa syukur, maka alangkah lebih baik bila menjadi kaya namun mempunyai ketenangan dan mudah mewujudkan rasa syukur kepada Allah Swt.

Dalam hal kekayaan, Rasulullah Saw. juga pernah bersabda, sebagai berikut:

“Harta kekayaan adalah sebaik-baik penolong bagi pemeliharaan ketakwaan kepada Allah.” (HR Dailami).

Ketakwaan adalah sebaik-baik bekal untuk kehidupan yang abadi di akhirat kelak. Ternyata, menurut Rasulullah Saw. sebagaimana tersebut, ketakwaan seseorang dapat dipelihara dengan harta kekayaan. Bahkan, harta kekayaan merupakan sebaik-baik penolong atau sarana yang paling baik dalam memelihara ketakwaan kepada Allah Swt.

Kekayaan yang dipakai untuk memelihara ketakwaan kepada Allah Swt., inilah akhlak seorang muslim yang dicintai oleh Allah Swt. Berkaitan dengan hal ini, ada sebuah hadis, yakni dari Sa’ad bin Abu Waqqash menyampaikan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, yang kaya, dan tidak menonjolkan diri.” (HR Muslim)

Alangkah senangnya menjadi manusia yang mempunyai kekayaan dan dicintai oleh Allah Swt. Orang yang demikian, sudah barang tentu, bukan orang yang kaya, tetapi kufur nikmat dan takabur; namun orang kaya yang mewujudkan rasa syukurnya dengan berbagi kepada sesama dan kian mendekat kepada-Nya. Untuk memperoleh derajat menjadi kaya dan bisa bertakwa, tentu dibutuhkan ilmu pengetahuan. Inilah kenapa kita sangat perlu untuk terus-menerus belajar.

Semoga kita digolongkan oleh Allah Swt. ke dalam golongan orang-orang yang mulia akibat kekayaan dan ilmu pengetahuan. Aamiin…

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

06/10/24

Ayam Geprek Saudi, Nasi Arabnya Enak, Sambalnya Mantap

Ayam Geprek Saudi; Geprek Arab No.1 di Indonesia.
Ini baru buka Gaes, berada di Jl. Seturan Raya – Kledokan, atau tepat di selatan warung Kopi Klotok Seturan, dan langsung diserbu para penggemar ayam geprek. Karena memang ayam gepreknya enak, kriuk gurih di luar, lembut enak di dalam. Dipadu dengan sambalnya yang jujur, menurut saya, rasanya juara.

Ada dua pilihan nasinya. Nasi putih dan nasi Arab. Kebetulan saya termasuk penggemar makanan Arab. Menurut saya, nasi Arabnya enak. Bumbu rempahnya soft, tidak begitu kuat, justru inilah yang cocok dengan lidah orang Indonesia pada umumnya, maka saya suka. Para santri tahfidz Cinta Qur’an yang kebetulan menikmati makan siang Ayam Geprek Saudi, komentarnya sama, rasanya enak dan mantap katanya.

Ayam Geprek Saudi dan nasi Arab yang mantap rasanya.

Para santri tahfidz Cinta Qur'an menikmati Ayam Geprek Saudi dengan lahap.

Warung makan yang buka jam 11 siang dan tutup pada pukul 18.00/habis ini cocok bagi para mahasiswa. Di samping harganya ramah di kantong, nasi dan es teh bisa ambil sepuasnya untuk sendiri atau per orang. Bukan untuk berdua atau beramai-ramai ya, Gaes; yang penting dihabiskan atau tidak mubadzir.

Daftar menu warung Ayam Geprek Saudi.

Bersama Pak Amin, owner Ayam Geprek Saudi yang ramah dan menyenangkan.

Bagi para sahabat yang berada di Jogja, atau sedang berkunjung ke Jogja, tentu saja warung Ayam Geprek Saudi; Geprek Arab No.1 di Indonesia ini bisa jadi pilihan menarik untuk makan bersama keluarga, sahabat, rekan kerja, atau teman-teman komunitas. Mantap.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet