29/01/25

Mewariskan Kekayaan kepada Anak/Keturunan; Bagaimana Pandangan Islam?

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, saat mengisi kajian
di Masjid Nurul Huda, Kompleks Pertamina.

Ada sebuah hadits dalam Shahih Muslim, yakni dari Sa’ad bin Abu Waqqash r.a., ia berkata, “Pada waktu haji wada', Rasulullah Saw. menjengukku karena menderita penyakit yang hampir menyebabkan kematianku.'

“Lalu, aku berkata, ‘Wahai Rasulullah, penyakitku sangat parah sebagaimana yang engkau lihat, sedangkan aku adalah seorang hartawan dan tidak ada yang mewarisiku kecuali putriku satu-satunya. Apakah aku bersedekah dengan dua pertiga hartaku?’

“Beliau menjawab, ‘Tidak boleh.’

“Aku bertanya lagi, ‘Dengan setengahnya?’

“Beliau menjawab, ‘Tidak boleh, dengan sepertiga saja. Dan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang akan meminta-minta kepada manusia. Dan kamu tidak menafkahkan suatu nafkah pun untuk mencari keridhaan Allah, kecuali kamu akan mendapatkan pahala karena nafkahmu itu walaupun sesuap makanan yang kamu berikan kepada istrimu.’

“Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, apakah aku akan tetap hidup setelah sahabat-sahabatku (meninggal)?’

“Beliau bersabda, ‘Sesungguhnya kamu tidak diberikan umur panjang lalu kamu mengerjakan suatu amal untuk mengharap keridhaan Allah, kecuali kamu akan bertambah derajat dan kemuliaan dengan amal itu. Semoga kamu diberi umur panjang sehingga banyak kaum yang akan mendapatkan manfaat dari kamu, dan kaum yang lain (orang-orang kafir) menderita kerugian karenamu. Ya Allah, sempurnakanlah hijrah sahabat-sahabatku, dan janganlah Engkau kembalikan mereka ke belakang (ke kekufuran).”

Dalam hadis di atas, jelas sekali Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya jika kamu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan kaya itu lebih baik daripada kamu meninggalkan mereka dalam keadaan miskin yang akan meminta-minta kepada manusia.” Sabda Nabi Saw. yang mulia ini sangat baik untuk kita jadikan semangat meraih kekayaan agar anak-anak kita pun kelak dapat menikmati kekayaan dengan hati yang bahagia. Semoga tidak hanya bahagia di dunia, melainkan juga bahagia di kehidupan yang abadi di akhirat. Aamiin…

[Pembahasan ini tentu bukan dalam rangka membandingkan lebih baik mewariskan ilmu ke anak/keturunan daripada harta; sebab dengan harta nanti malah anak-anak rebutan warisan. Ini soal lain atau pembahasan dan pertimbangan yang berbeda].

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

20/12/24

4 Macam Manusia Penghuni Dunia Menurut Nabi, Kita Termasuk yang Mana?

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, saat mengisi
pengajian di RM Selaras, Tempelsari.

Dunia ini dihuni oleh empat macam golongan manusia sebagaimana Rasulullah Saw. bersabda:

“Dunia dihuni empat ragam manusia. Pertama, seorang hamba diberi Allah harta kekayaan dan ilmu pengetahuan lalu bertakwa kepada Rabbnya, menyantuni sanak keluarganya dan melakukan apa yang diwajibkan Allah atasnya maka dia berkedudukan paling mulia.

Kedua, seorang yang diberi Allah ilmu pengetahuan saja, tidak diberi harta, tetapi dia tetap berniat untuk bersungguh-sungguh. Sebenarnya jika memperoleh harta dia juga akan berbuat seperti yang dilakukan rekannya (kelompok yang pertama). Maka pahala mereka berdua ini adalah (kelompok pertama dan kedua) sama.

Ketiga, seorang hamba diberi Allah harta kekayaan, tetapi tidak diberi ilmu pengetahuan. Dia membelanjakan hartanya dengan berhamburan (foya-foya) tanpa ilmu (kebijaksanaan). Ia juga tidak bertakwa kepada Allah, tidak menyantuni keluarga dekatnya, dan tidak mempedulikan hak Allah. Maka dia berkedudukan paling jahat dan keji.

Keempat, seorang hamba yang tidak memperoleh rezeki harta maupun ilmu pengetahuan dari Allah lalu dia berkata seandainya aku memiliki harta kekayaan maka aku akan melakukan seperti layaknya orang-orang yang menghamburkan uang, serampangan, dan membabi-buta (kelompok yang ketiga), maka timbangan keduanya sama.”
(HR Tirmidzi dan Ahmad)

Dari hadis Nabi Saw. sebagaimana tersebut, menjadi jelas bagi kita bahwa kekayaan adalah hal yang sangat baik apabila kita manfaatkan dalam rangka meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt. Inilah pandangan positif yang semestinya menjadi semangat bagi kita untuk meraih kekayaan.

Dengan demikian, ketika kita meraih kekayaan yang kita inginkan, pandangan positif kita terhadap kekayaan itu menjadi pengingat bagi kita agar kekayaan tidak melalaikan kita dari-Nya.

Semoga kita mendapatkan kekayaan dan ilmu dari Allah Swt., menjadi hamba yang bertakwa, berbuat baik kepada keluarga dan sesama. Aamiin…

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

15/11/24

Motivasi untuk Menjadi Kaya dan Bertakwa

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, ketika
mengisi pengajian di Bank BPD DIY.

Nabi Muhammad Saw. memang pernah menyampaikan banyak kelebihan orang miskin dibanding dengan orang yang kaya. Akan tetapi, orang miskin yang mempunyai kelebihan dibandingkan orang kaya adalah orang miskin yang mempunyai kesabaran dan tetap beribadah kepada Allah Swt. Bukan orang miskin yang selalu gelisah, tidak tenang hidupnya, lebih menyesali kemiskinannya ketimbang sibuk beribadah, bahkan bukan orang miskin yang justru ingkar kepada Allah Swt.

Sungguh, kita berlindung kepada Allah Swt. dari kemiskinan yang justru menjauh dari Allah Yang Mahakaya. Betapa ruginya orang yang miskin di dunia dan di akhirat pun mendapatkan siksa. Na’udzu billâhi min dzâlik.

Rasulullah Saw. bersabda:

“Kesengsaraan yang paling sengsara ialah miskin di dunia dan disiksa di akhirat.” (HR. Thabrani).

Apabila menjadi miskin, namun tidak mempunyai ketenangan dan rasa syukur, maka alangkah lebih baik bila menjadi kaya namun mempunyai ketenangan dan mudah mewujudkan rasa syukur kepada Allah Swt.

Dalam hal kekayaan, Rasulullah Saw. juga pernah bersabda, sebagai berikut:

“Harta kekayaan adalah sebaik-baik penolong bagi pemeliharaan ketakwaan kepada Allah.” (HR Dailami).

Ketakwaan adalah sebaik-baik bekal untuk kehidupan yang abadi di akhirat kelak. Ternyata, menurut Rasulullah Saw. sebagaimana tersebut, ketakwaan seseorang dapat dipelihara dengan harta kekayaan. Bahkan, harta kekayaan merupakan sebaik-baik penolong atau sarana yang paling baik dalam memelihara ketakwaan kepada Allah Swt.

Kekayaan yang dipakai untuk memelihara ketakwaan kepada Allah Swt., inilah akhlak seorang muslim yang dicintai oleh Allah Swt. Berkaitan dengan hal ini, ada sebuah hadis, yakni dari Sa’ad bin Abu Waqqash menyampaikan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:

“Sesungguhnya Allah mencintai hamba yang bertakwa, yang kaya, dan tidak menonjolkan diri.” (HR Muslim)

Alangkah senangnya menjadi manusia yang mempunyai kekayaan dan dicintai oleh Allah Swt. Orang yang demikian, sudah barang tentu, bukan orang yang kaya, tetapi kufur nikmat dan takabur; namun orang kaya yang mewujudkan rasa syukurnya dengan berbagi kepada sesama dan kian mendekat kepada-Nya. Untuk memperoleh derajat menjadi kaya dan bisa bertakwa, tentu dibutuhkan ilmu pengetahuan. Inilah kenapa kita sangat perlu untuk terus-menerus belajar.

Semoga kita digolongkan oleh Allah Swt. ke dalam golongan orang-orang yang mulia akibat kekayaan dan ilmu pengetahuan. Aamiin…

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

06/10/24

Ayam Geprek Saudi, Nasi Arabnya Enak, Sambalnya Mantap

Ayam Geprek Saudi; Geprek Arab No.1 di Indonesia.
Ini baru buka Gaes, berada di Jl. Seturan Raya – Kledokan, atau tepat di selatan warung Kopi Klotok Seturan, dan langsung diserbu para penggemar ayam geprek. Karena memang ayam gepreknya enak, kriuk gurih di luar, lembut enak di dalam. Dipadu dengan sambalnya yang jujur, menurut saya, rasanya juara.

Ada dua pilihan nasinya. Nasi putih dan nasi Arab. Kebetulan saya termasuk penggemar makanan Arab. Menurut saya, nasi Arabnya enak. Bumbu rempahnya soft, tidak begitu kuat, justru inilah yang cocok dengan lidah orang Indonesia pada umumnya, maka saya suka. Para santri tahfidz Cinta Qur’an yang kebetulan menikmati makan siang Ayam Geprek Saudi, komentarnya sama, rasanya enak dan mantap katanya.

Ayam Geprek Saudi dan nasi Arab yang mantap rasanya.

Para santri tahfidz Cinta Qur'an menikmati Ayam Geprek Saudi dengan lahap.

Warung makan yang buka jam 11 siang dan tutup pada pukul 18.00/habis ini cocok bagi para mahasiswa. Di samping harganya ramah di kantong, nasi dan es teh bisa ambil sepuasnya untuk sendiri atau per orang. Bukan untuk berdua atau beramai-ramai ya, Gaes; yang penting dihabiskan atau tidak mubadzir.

Daftar menu warung Ayam Geprek Saudi.

Bersama Pak Amin, owner Ayam Geprek Saudi yang ramah dan menyenangkan.

Bagi para sahabat yang berada di Jogja, atau sedang berkunjung ke Jogja, tentu saja warung Ayam Geprek Saudi; Geprek Arab No.1 di Indonesia ini bisa jadi pilihan menarik untuk makan bersama keluarga, sahabat, rekan kerja, atau teman-teman komunitas. Mantap.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet

08/09/24

Ingin Jadi Orang Kaya? Bagaimana Pandangan Kita Terhadap Kekayaan itu Penting

Penulis, Akhmad Muhaimin Azzet, sewaktu
mengisi acara di Radio MQ FM Jogja.

Hal yang penting sebelum seseorang meneguhkan niat dan mewujudkan keinginannya untuk menjadi orang yang kaya adalah mengubah pandangan terhadap kekayaan. Sungguh, hal ini merupakan fondasi yang perlu ditata terlebih dahulu agar seseorang lebih mudah dalam meraih kekayaan dan dapat menikmatinya dengan hati yang bahagia.

Pandangan terhadap kekayaan yang dimaksudkan di sini adalah pandangan yang negatif atau positif terhadap kekayaan. Pandangan negatif terhadap kekayaan, misalnya, kekayaan itu merupakan sarana yang paling mudah untuk membuat seseorang melupakan Allah Swt.; banyak orang kaya yang ingkar terhadap nikmat sehingga kelak banyak di antara mereka yang menghuni neraka; orang kaya itu jahat karena tidak peduli terhadap kemiskinan tetangganya; kekayaan adalah sarana yang paling mudah membuat seseorang selingkuh, hura-hura, atau mencintai dunia (hubbud dunya) yang berlebihan sehingga melupakan kehidupan akhirat yang abadi; dan seterusnya.

Sedangkan pandangan positif terhadap kekayaan, misalnya, kekayaan itu merupakan sarana yang paling nikmat dalam rangka bersyukur dan mendekatkan diri kepada Allah Swt.; dengan perut anak dan istri yang tidak kelaparan semoga dapat mengerjakan shalat lebih khusyuk; dengan uang yang cukup semoga dapat lebih tenang dalam berdzikir karena tidak resah lagi akibat uang sekolah telah dibayar dan tanpa menunggak beberapa bulan; dengan harta yang cukup dapat berbagi dengan anak-anak yatim dan fakir miskin, bahkan dapat menunaikan rukun Islam yang kelima, yakni berhaji; dengan kekayaan dapat membangun keluarga yang sakinah, yakni mewujudkan surga di dunia dalam rangka meraih ridha-Nya sehingga kelak di akhirat semoga juga dianugerahi rahmat oleh Allah Swt. untuk dimasukkan ke dalam surga-Nya yang abadi.

Selama seseorang masih mempunyai pandangan yang buruk terhadap kekayaan maka ia akan sulit meraih kekayaan yang sesungguhnya. Pandangan yang negatif terhadap kekayaan membuat semangatnya untuk meraih kekayaan tidak bisa menyala dengan baik. Kalau memang dia mempunyai ambisi yang besar untuk memperoleh kekayaan dan ternyata berhasil dalam meraihnya, maka sikap dia terhadap kekayaan dan cara memperlakukan kekayaannya pun akan cenderung tidak jauh berbeda dari pandangannya semula, yakni kekayaan adalah sesuatu yang buruk dan perilakunya pun akan memburuk (jahat) akibat kekayaannya. Bila sudah begini, jangan harap seseorang bisa menikmati kekayaannya dengan hati yang bahagia. Apalagi, bila dikaitkan dengan kehidupan di akhirat, tentu kekayaannya justru menyeretnya kepada penyesalan yang panjang.

Sebaliknya, apabila seseorang mempunyai pandangan yang positif terhadap kekayaan maka ia akan mempunyai semangat yang menyala untuk meraihnya. Orang yang demikian, ketika berhasil meraih kekayaan, maka sikap dia terhadap kekayaan dan cara memperlakukan kekayaannya pun akan cenderung tidak jauh berbeda dari pandangannya semula, yakni kekayaan adalah sesuatu yang baik dan perilakunya pun akan menjadi semakin baik akibat kekayaannya.

Demikian tulisan sederhana ini, semoga bermanfaat bagi kita bersama.

Salam dari Jogja,
Akhmad Muhaimin Azzet